Jatuh Bangun, Frans Setia Berbisnis Furnitur

Niat dan kepercayaan adalah modal utama Frans Satrya Pekasa membangun usaha furnitur. Dua kali bangkrut, Frans tidak patah semangat untuk bangkit. Kini, penusaha yang punya gerai di China ini mengekspor 30 kontainer mebel perbulan. — J.Ani Kristanti—

Setiap ada niat, selalu ada jalan. Bagi Frans Satrya Pekasa, Kalimat itu tak Cuma selogan. Dua kali bangkrut tidak menyurutkan semangat pria berusia 37 tahun itu, untuk bangkit mengejar impiannya.

Bahkan, kini, ia berhasil menjadi pengusaha furnitur pertama dari Indonesia yang memiliki gerai di China. Setelah mendapat respon yang baik lewat beberapa pameran yang di ikutinya, September lalu , pria asal Cirebon itu , meresmikan showroom furnitur Teak123 di Nanning , kota provinsi Otonom Guangxi China.

Prestasi Frans pun tak berhenti di situ. Oktober 2012, ia menerima penghargaan Pimaniyarta karena berhasil mengembangkan negara tujuan ekspor. Maklum , produk dari PT. Gading Dampar Kencana, perusahaan furnitur milik Frans, telah merambah lebih dari 50 negara. Selain ke pasar ekspor tradisional, Frans juga merambah ke negara-negara lain, seperti Guatemala, Maldive, Uzbekistan dan Nigeria.

Tak mudah jalan Frans menggapai sukses. Memulai usaha tahun 2000-an, ia menemui jalan penuh liku. Di usia muda, saat lulus dari bangku kuliah, Frans harus menghadapi kenyataan, usaha konstruksi milik orang tuanya jatuh dan meninggalkan banyak utang.

Untung saja, lulusan teknik industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu, sudah punya bekal banyak pengalaman. Sembari melanjutkan kuliah, Frans bekerja di sejumlah perusahaan.

Jatuh Bangun, Frans Setia Berbisnis Furnitur

Jatuh Bangun, Frans Setia Berbisnis Furnitur

Ia tak ingin lama terpuruk. Dengan menggadaikan mobil Honda Civic, ia mendapatkan modal Rp 25 juta untuk memulai usaha furnitur. Frans tak ingin kembali ke bidang konsturksi, dan memilih usaha furnitur lantaran ada peluang. “Saya lihat banyak agen furnitur rotan dan kayu jati di Cirebon,” tutur dia.

Awalnya Frans menggandeng seorang teman. Ia menjadi perantara antara perajin furnitur dengan para buyer lokal. Dalam tempo setahun, modal pun kembali. Namun, dalam bisnis furnitur, ia menemui banyak kendala. Seperti barang ditolak, lataran kurang bagus atau cacat, pembayaran yang lambat, “Pokoknya banyak aturan,” kenangnya.

Jatuh lagi

Frans pun lantas memilih berhubungan langsung dengan pembeli asing dengan jaringan yang sudah dimilikinya. Ia juga mengembangkan pemasaran melalui situs internet. Bisnisnya pun terus berkembang. Ia mampu mengekspor mebel hingga tiga konteiner tiap bulan.

Hingga pada 2004, Frans pun tertarik untuk menggeluti bisnis batubara. Hanya saja, usaha ini tak berumur lama. Tak hanya merugi, lantaran tidak fokus , Frans pun harus rela kehilangan bisnis furnitur yang telah dirintisnya. “Seluruh harta saya habis” bahkan saya harus menanggung hutang milyaran rupiah,” kenangnya.

Namun, semangat bapak satu putri ini tetap menyala. Ia bergegas kembali menggeluti bisnis furnitur. “Pengalaman mendewasakan saya”. Dua kali harus berbisnis dari minus karena banyak utang,” cetus suami dari Sylvia Sjiulan itu. Ia kembali aktif menggarap pemasaran lewat internet. Selain memperbanyak situs, Frans juga mengirimg surat elektronik penawaran ke beberapa alamat e-mail yang dikenalnya. “Kala itu, cara pemasaran ini sangat efektif,” katanya.

Order pun berdatangan. Lebih lagi, frans bersyukur, karena perajin masih mempercayainya . Untuk pemesanan mebel ke pengerajin. Ia cukup bermodalkan sehelai kertas perjanjian bermaterai. “kalau di total, pesanan saya kepengerajin Rp 11 milyar,” ujar Frans.
Hingga pada 2007, frans mampu mengirim 30 kontainer per bulan. Ia pun rajin mengikuti berbagai pameran, baik didalam maupun di luar negeri. “Pameran penting untuk memperkuat brand dan menunjukan eksistensi,” katanya.

Kini, melalui beberapa perusahaanya, Frans pun mampu mengirim 30 kontainer mebel tiap bulan. Nilai setiap kontainer itu sebesar US$ 20.000 hingga US$25.000. Ia juga telah memiliki 3 pabrik mebel kayu jati di Jepara. Tapi meski memiliki pabrik sendiri, frans tetap menggandeng 136 pengerajin sebagai mitra kerja.

Untuk menggarap pasar China yang potensinya sangat besar, Frans berniat menambah dua gerai Teak 123 disana. “untuk toko itu, kami sudah mengirim dua kontainer per bulan,” kata Frans.

Tak berhenti diusaha furnitur, Frans juga mengembangkan bisnis properti. Sejak 2009, ia menjadi mengembang perumahan dengan menjual kavilng siap bangun dan rumah – rumah sederhana di Cirebon. Sampai saat ini Frans telah membangun delapan lokasi perumahan baru. Sedangkan, lima lokasi lainnya sedang dalam tahap pembangunan.

Ia juga melirik usaha air minum kemasan. Namun, pemasarannya baru sebatas wilayah Cirebon dan sekitarnya. Frans pun telah menyiapkan lahan untuk ekspansi pabrik air minum kemasan ini.

Tabloid KONTAN, 1 Desember 2012.

Comments are closed.