MEGA FURNITURE BERANI MENGGARAP PASAR EKSPOR NONTRADISIONAL

SAJIAN UTAMA

MEGA FURNITURE BERANI MENGGARAP PASAR EKSPOR NONTRADISIONAL
Yuyun Manopol
RISET: SITI SUMARIYATI
Menjadi pebisnis furnitur dengan orientasi 100% ekspor jelas bukan perkara mudah. Namun, Frans Satrya Perkasa berhasil membesarkan nama PT Gading Dampar Kencana (GDK) atau Mega Furniture dengan nilai ekspor jutaan dolar AS. Negara tujuan ekspornya saat ini tersebar di berbagai benua, antara lain Jerman, Belanda, Italia, Ceko, Israel, Guatemala, Cina dan Irak.

Sebagai pengusaha ekspor, Frans boleh dibilang tahan banting. Sejumlah tan¬tangan berhasil dilaluinya, mulai dari krisis, gejolak usaha yang rentan penipuan, hingga mismanajemen. “Saat krisis 1998, usaha orang tua saya mengalami kebangkrutan, sehingga bukannya harta yang diwariskan, tetapi utang,” ungkap pria kelahiran Cirebon 37 tahun lalu ini. Namun, Frans tak putus asa. Sebaliknya, ia merasa sangat tertantang dengan kondisinya saat itu. Berkat kerja keras dan ketekunannya menjalankan usaha, pada akhir tahun 2000 ia berhasil membangun kembali usahanya dan melunasi semua utang keluarganya.

Namun, rupanya cobaan tak terhenti di situ. Pada 2004, hartanya kembali ludes, dan utangnya mencapai miliaran rupiah akibat mismanajemen, penipuan, dan ekspansi berlebihan. Usahanya gulung tikar. Namun, lagi-lagi kesulitan ini malah
54 I SWA22 I XXVIII I 18-280KTOBER 2012

membuatnya makin tegar. Sekitar 1,5 tahun kemudian, ia pulih. Ia berhasil melunasi semua utangnya, dan mulai mendulang keuntungan. Hingga saat ini, bisnisnya cukup stabil tanpa menyisakan utang serupiah pun. Diakuinya pada 2008 ketika krisis global ia juga mengalami dampak buruknya: nilai penjualan ekspornya menurun. Namun, ia bisa mengatasinya.

Lalu, apa rahasia suksesnya? “Ini karena terobosan kami untuk selalu one step ahead,” ujar Frans. Terobos¬an yang dimaksud adalah optimalisasi penggunaan Internet untuk pemasaran atau Internet marketing. Berbagai macam tool Internet ia pakai hingga saat ini, seperti website, mekanisme Search Engine Optimization (SE0) dan portal B2B (business to business). “Kalau web-site, saya rasa semua orang bisa membuatnya. (Tetapi,) kami tidak akan memenangi persaingan kalau tidak membuat website yang mudah ditemukan oleh calon konsumen,” ujar pria yang kini dikenal cukup ahli di bidang SE0 dan sering membagi ilmunya di berbagai seminar Internet marketing ini.

Menurut Frans, kemampuan di bidang SE0 sangat panting agar web yang kita miliki bisa tampil di urutan teratas ketika orang melakukan pencarian di Google dengan kata kunci tertentu. Selain itu, Internet marketing sangat berguna untuk menembus pasar nontradisional: Cina, Ceko dan beberapa negara lain di dunia.

Selain menggunakan Internet, GDK juga sangat car-mat dalam menjaga kualitas produk. Caranya, dengan selalu mengusahakan pengiriman produk melebihi ekspektasi konsumen. konsumen maunya B, saya kasih barang kualitas A. Jika maunya kualitas C, saya berikan yang B. Bahkan, ada konsumen yang masih tetap menjadi pembeli loyal produk kami selama 13 tahun,” ujar kelahiran Cirebon 1975 ini. Baginya, ini bukan hanya tentang bagaimana cara menjual dengan harga murah dan merebut buyer, tetapi juga bagaimana meretensi mereka.

Dalam hal ekspor, Mega Furniture menjalankan segala mekanismenya sendiri, mulai dari pengurusan dokumen, pajak, shipping dan berhubungan langsung dengan importir. Distribution channel-nya pun dengan cara B2B, kecuali di Cina yang langsung dilakukan de¬ngan pola business to consumer (B2C), alias langsung ke konsumen akhir. Di Negeri Tirai Bambu ini, tepatnya di kota Nanning, GDK mernbuka toko Indonesia pertama. Toko furnitur yang diresmikan langsung oleh Gusmardi Bustami, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, itu menjual dengan merek Teak 123.

Kini GDK memiliki empat pabrik di Jepara dan sebuah pabrik di Cirebon, dengan 350 karyawan. Dari total karyawannya, sebagian besar merupakan tenaga alih daya; dan hanya 46 orang yang merupakan karya-wan internal yang memegang departemen krusial, seperti finansial dan quality control. Mereknya yang pa¬ling dominan adalah Mega Furniture dan Teak 123.
Ke depan, menurut Frans, perusahaannya akan terus memperluas jangkauan pasar luar negeri dengan
SWA 22 / I VVIII 118-28 OKTOBER 2012 155

SAJIAN UTAMA

berani menggarap pasar export non tradisional

berani menggarap pasar export non tradisional

meningkatkan penjualan ke pasar nontradisional (non-Eropa dan Amerika). “Saat ini persentasenya sekitar 60:40, 60% untuk pasar tradisional dan 40% pasar nontradisional. “Porsi nontradisional ini akan terus ditingkatkan. Meskipun bukan berarti akan meninggal-kan pasar tradisional sama sekali,” ujar Frans. Ala-sannya, pasar nontradisional tidak mematok standar kualitas yang terlalu merepotkan. Di sisi lain, profttnya lebih baik. Bahkan, ia menyebutkan, negara-negara nontradisional ini tidak mempermasalahkan barang reject dari Eropa. “Tidak berbelit-belit, dan meskipun harga jualnya lebih murah, profit yang didapatkan lebih baik,” ujar Frans yang mengaku memperoleh banyak konsumen dari pameran.
Dalam penilaian Rahayu Budi, Juri Usaha Menengah (UM) Ekspor &Pelopor, Mega Furniture didapuk sebagai pemenang UM ekspor pelopor karena kemampuannya menerobos pasar yang belum dimasuki pemain lain. Ia menilai, Mega Furniture unik karena keberaniannya mengambil risiko. “Pasar furnitur di Eropa itu terbatas. Tetapi, ia berani merintis pasar-pasar yang belum lazim dijadikan tujuan ekspor atau nontradisional,” katanya. Bahkan, ia melihat Mega Furniture berani masuk ke pasar yang tidak memiliki pelabuhan ( land dock ). “Itu mengandung risiko. Pertama, risiko pembayaran, dan kedua, risiko permasalahan pengiriman barang, karena dia hares mencari cara untuk mengirimkan barang tersebut melalui jalur darat,” ujar Rahayu Budi memberi penilaian.
Namun, Frans menilai masih ada sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapinya. Masalah yang sering ia temui dalam berbisnis furnitur adalah sulitnya mendaftarkan hak paten merek dan desain produk yang dihasilkan perusahaannya. Ini sedikit-banyak

KAI EKSPOR PT GADING DARMPAR KENCANA
[MEGA FURNITURE) DALAM US$
Tahun Nilai Ekspor
2012* 3.000.000
2011 2.600.000
2010 2.200.000
2009 2.600.000
2008 3.800.000
2007 3.600.000

* target
Sumber: Primaniyarta 2012
Keistimewaan produk:
• Memberikan produk yang kualitasnya di atas harapan pelanggan
Jumlah negara tujuan ekspor:
10 negara
Jaringan pemasaran:
• Memiliki beberapa mitra distributor (buyer) di negara tujuan
• Khusus di Cina memiliki gerai sendiri untuk memasarkan furnitur bermerek Teak 123
Strategi ekspor:
• Masuk ke pasar yang belum lazim dijadikan tujuan ekspor (pasar non tradisional) dan negara yang tidak memiliki pelabuhan
• Mengoptimalkan penggunaan internet dengan menggunakan websites, SEO (Search Engine Opti-mization), B2B portal dan lainnya
• Rajin mengikuti pameran perdagangan di berbagai negara

karena sistem pendaftaran paten di Indonesia yang masih kurang baik. “Hal-hal yang sudah umum seperti kata ‘Jati’ atau ‘Teak’ sudah dipatenkan, jadi untuk mematenkan kata `Teak’ (bahasa Inggris jati) itu sudah sulit,” ujarnya. Ketiadaan paten ini kadang membuat produk-produk furnitur Indonesia diklaim oleh pengusaha dari negara lain.
Kebijakan lain yang juga mengganjal adalah Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Menurut Frans, saat ini pemerintah kurang kondusif dalam memecahkan masalah terse-but, seolah-olah SVLK sepenuhnya tanggung jawab pengusaha. “Saya yakin, bahwa kayu saya 99,99% adalah legal. Tetapi, sertifikasi tersebut memang sulit sekali diperoleh,” ungkapnya. Ia menyarankan Kementerian Kehutanan meng¬atur soal itu dengan cara memastikan legalitas kayu tersebut sehingga tidak dibebankan pada pengusaha. Alasannya, kebanyakan pengusaha furnitur memang sulit melacaknya. Itulah se¬babnya, ia bersama beberapa mitra memilih menanam kembali sejumlah pohon sesuai dengan yang mereka pakai.
Frans berharap ke depan pemerintah bisa lebih mendukung perusahaan lokal untuk mengikuti pameran. Ia menyarankan agar peserta pameran dipilah-pilah, mana yang berkualifikasi baik dan memang layak mengi¬kuti pameran. Pasalnya, jika yang diikutkan adalah perusahaan yang kurang bagus, pe¬ngunjung akan menggeneralisasi bahwa kuali¬tas pelaku bisnis Indonesia tak jauh berbeda dengan perusahaan tersebut.§

Comments are closed.